Setiap desa atau daerah pasti memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri yang merupakan pencerminan dari karakter dan pencirian khas tertentu dari suatu daerah, Sejarah desa atau daerah sering tertuang dalam dongengdongeng yang diwariskan secara turun maturun dari mulut ke mulut sehingga sulit untuk dibuktikan secara fakta.
Desa Sukosari merupakan salah satu desa yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang cukup kuat di wilayahnya. Nama "Sukosari" berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu "Suko" yang berarti kebahagiaan atau suka cita, dan "Sari" yang berarti inti atau esensi. Secara harfiah, Sukosari dapat dimaknai sebagai "inti dari kebahagiaan", yang mencerminkan harapan masyarakat sejak dahulu untuk hidup tenteram, sejahtera, dan penuh makna.
Menurut keterangan dari Bapak R. SUGIJO, Desa Sukosari dahulu merupakan hutan belantara terletak di tepian sungai Bengawan Madiun. Kemudian datanglah seorang Kyai dari Desa Demangan Ponorogo yang bernama Kyai Imam Puro. Oleh kyai tersebut hutan belantara dibabat sehingga menjadi erep (pemukiman) dan tegal atau sawah. Selanjutnya beliau membikin rumah dan bercocok tanam serta mengembangkan atau mengajarkan Agama Islam.
Pengajaran Agama Islam berkembang dengan pesat dengan datangnya masyarakat dari daerah sekitaruntuk menjadi santri dan sekaligus banyak yang menetap di sekitar rumah kyai.
Pada suatu hari Kyai Imam Puro mengadakan pertemuan dengan mengundang masyarakat untuk mengatur desanya dan akan dikunjungi Bupati Ponorogo dengan pangkat RIDDER. Beliau melihat didesanya banyak ditumbuhi bunga soko yang berwarna putih, sehingga beliau berfikir memberi nama desanya SOKOSARI. Kemudian nama itu disampaikan pada pertemuan tersebut dan disetujui. Dan pada kunjungan Bupati Ponorogo nama SOKOSARI diresmikan menjadi nama desanya. Dan dalam perjalanannya berkembang menjadi SUKOSARI. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya makam dan bangunan Masjid yang hingga sekarang masih berdiri.
Pada jaman kolonial belanda Desa Sukosari pernah menjadi pelabuhan sungai terakhir yang menguhubungkan dengan aliran sungai Bengawan Solo. Terbukti dengan adanya bekas gudang yang sampai saat ini masih ada peninggalannya berupa “ompak” atau pondasi tiang gudang. Dengan demikian dapat dikatakan sebagai pusat perdagangan khususnya komoditi garam untuk di pasarkan wilayah Ponorogo, Magetan dan Pacitan.
Baru sekitan tahun 1885 terbentuklah pemerintahan Desa Sukosari dengan Kepala Desa DJOJO KARIJO. Sistem pengisiannya dengan cara pilihan masyarakat dengan satu KK satu suaraKini, Desa Sukosari terus berbenah untuk menjadi desa yang maju dan mandiri. Potensi alam, semangat kebersamaan, serta kekayaan budaya yang dimiliki menjadi modal utama dalam membangun masa depan desa yang lebih baik, sejalan dengan perkembangan zaman.
"Dalam perkembangan selanjutnya dari tahun ke tahun jumlah penduduk semakin meningkat. Dukuh-dukuh menjadi ramai dan daerah tersebut sampai sekarang kemudian dikenal dengan nama Desa Sukosari, adapun Dukuh - Dukuh di Desa Sukosari tersebut adalah :
Dalam suatu desa, penting adanya sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh kepala desa. Begitupun dengan Desa Sukosari dengan struktur pemerintahan desa mulai dari sejarah kepala desa hingga perangkat desa.
| No | Nama | Tahun Periode |
|---|---|---|
| 1 | DJOJO KARIJO | 1885 – 1897 |
| 2 | NGGOLO | 1897 – 1914 |
| 3 | R. SUDARMAN | 1914 – 1932 |
| 4 | H. SIDIQ | 1932 – 1954 |
| 5 | H. ASNGARI | 1954 – 1990 |
| 6 | H. MASDUKI | 1990 – 1998 |
| 7 | SLAMET DAROINI | 1998 – 2006 |
| 8 | SLAMET DAROINI | 2006 – 2013 |
| 9 | YUSRON | 2013 – 2019 |
| 10 | SLAMET DAROINI | 2019 – Sekarang |